Bisakah Andin anteng tanpa gadget?
Mungkinkah Andin mau makan tanpa nonton youtube?
Gambar diambil dari Google |
Adalah dua hal yang dulu sering saya tanyakan ke diri sendiri, berulang kali. Saya sadar betul, yang mengenalkan Andin pada gadget ya saya sendiri. Mulai dari youtube, game sampai apalah yang asal bisa buat Andin tenang.
Sejarah Andin terpapar gadget itu karena 3 hal :
1. Andin Susah Makan
Gambar diambil dari Google |
Saksi hidupnya ya suami. Kami merasa segala macam cara sudah saya dan suami lakukan. Mulai dari vitamin penambah nafsu makan yang murah sampai yang harganya buat saya nggak masuk akal. Sampai salah seorang dokter anak yang sudah professor di Jogja menyampaikan, “setiap 3 suap nasi yang masuk ke mulut Andin itu harus kami syukuri luar biasa”.
Kebayang kan susahnya? 🤪
Dari tekstur makanan versi halus sampai metode BLW (Baby Led Weaning). Dari masak 1 porsi sampai per sesi makan masak 3 menu berbeda sekaligus. Dari cek ke tumbuh kembang di salah satu rumah sakit besar di Jogja, sampai therapy ini itu. Akhirnya saya membuat pembenaran, youtube jadi jalan keluar. Kalau ada yang nyela, complain, rasanya pengen saya gapruk, “lu nggak ngerasain si susahnya kasih makan anak 1 sendok aaaajaaaaa!”. Bahkan urusan makan dulu itu ngebuat saya trauma. Lebih baik saya kerja dari nol, daripada ndulang anak. Sungguh. Saya sampai trauma punya anak. Tiap sesi makan Andin, justru saya yang drop, nangis duluan. Tambah omongan sana-sini, yang dibawah garis merahlah, yang anaknya kok kuruslah, daaaan lain-lain.
Tapi sebetulnya sekarang saya sadar, Andin susah makan bisa jadi ketularan emosi saya. Stress berkepanjangan, nggak bahagia menjalani peran. Buktinya setelah saya mampu mengelola emosi dengan apa yang diajarkan di Enlightening Parenting, mampu menciptakan suasana makan yang menyenangkan, dan membangun kedekatan ya dia nggak sesusah omongan saya dulu itu. Dan tidak menutup kemungkinan juga karena berbagai macam therapy yang dulu Andin lakukan, ada fisio, okupasi bahkan terapi wicara. Saking judegnya saya 😂🙈
2. Saya Malas
Ya malas berupaya, ya malas dalam memanage diri.
Ya malas berupaya, ya malas dalam memanage diri.
Iya, saya malas banget itu kudu berupaya lebih dengan bikin kesepakatan sama Andin, menyiapkan kegiatan menyenangkan, apalagi kok mbriefing & roleplaying kalau sayanya mau melakukan tugas rumah, kek masak, isah-isah, nyetrika dan kawan-kawannyalah.
Selftalknya ni, “masa ya udah capek tenaga, masih suruh mikir juga. Hellooooooow”.
Jadi, mending setelin tv tentang film yang saya download di youtube.
Anak anteng, kerjaan saya juga beres.
3. Saya Egois
Selftalknya ni, “masa ya udah capek tenaga, masih suruh mikir juga. Hellooooooow”.
Jadi, mending setelin tv tentang film yang saya download di youtube.
Anak anteng, kerjaan saya juga beres.
3. Saya Egois
Dulu saya itu ibu yang nggak menikmati peran jadi ibu. Padahal saya ibu yang cukup lama diberikan keturunan, bahkan pernah mengalami keguguran. Setelah diamanahiNya, justru saya merasa Andin menyita seluruh hidup juga cita-cita saya. Jadi, saat kumpul sama teman ya saya pengen meluapkan cerita, haha hihi ria, plus balik ke poin nomor 2, males berupaya tadi.
Males banget suruh mbriefing & roleplaying, apalagi nyiapin ragam aktivitas, bawaannya jadi banyak kan. Duh, nggak kece amat pakai tas gede-gede. Tambah pula rentang konsentrasi usia Andin ini maksimal 30 menit, jadi daripada dia ngeregek minta pulang padahal saya masih pengen haha hihi riang, ya gadget jadi pilihan gampang. Hahaha..
Siapa mau toss sama saya? 🤚😝
Lalu saya membenarkan diri, “nggak papa deh nonton youtube. Yang penting mau makan. Youtubenya juga bahasa inggris, biar Andin faseh. Videonya juga udah saya pilihin. Setelin di tv, jadi tanpa iklan yang ndrawasi”.
Lambat laun mulai “tertampar”. Andin sering bertanya hal-hal yang tidak sesuai value yang ingin saya masukkan. Contohnya : di salah satu film popular anak-anak dan saya termasuk orangtua yang merasa aman-aman saja, ternyata ada adegan si tokoh berperilaku tidak sesuai fitrah seksualitasnya.
Di film lain yang tokohnya hewan-hewan ada adegan yang menurut saya nggak pantas dilihat Andin. Dan mulailah Andin mempertanyakan ini itu.
Di film lain yang tokohnya hewan-hewan ada adegan yang menurut saya nggak pantas dilihat Andin. Dan mulailah Andin mempertanyakan ini itu.
Akhirnya saya mulai bertanya ke diri sendiri, manfaat apa yang saya dapat dari memberikan gadget ke anak?
Atau justru sekarang saya yang dimanfaatkan gadget?
Kalau urusan bahasa inggris, iyakah youtube satu-satunya cara?
Kalau urusan makan, sudahkah saya maksimal di perubahan diri sendiri?
Lebih besar mana, manfaatnya atau mudharatnya?
Atau justru sekarang saya yang dimanfaatkan gadget?
Karena Andin ngerengek saat minta gadget, baik hp, tab, maupun tv. Nggak kenal tempat, di mobil, pas makan di luar, maupun di rumah. 4x makan, kalau tiap makan 1 jam, berarti dalam sehari minimal Andin 4 jam bergadget ria, belum saat naik mobil, belum saat saya isah-isah, setrika, ngepel. *tepok jidat
Akhirnya saya mulai diskusi sama suami, sepakat bersama-sama mulai mengurangi. Sampai akhirnya sepakat ruang tengah kami tanpa tv.
Iya nggak mak bedunduk.
Jadi, mulailah saya ikhtiar berubah dengan 5 pilar Enlightening Parenting :
1. Mengelola Emosi
Pilar pertama dalam mengelola emosi itu betul-betul membantu saya dalam menghadapi acara makan Andin. Ada banyak tekhnik yang diajarkan di EP training, bahkan saya sampai membuat anchor, terus sempat juga melakukan perceptual position sendiri hanya untuk bab makan Andin. Apa aja deh saya terapin, karena bab makan ini cukup menguras emosi buat saya pribadi. Lagi-lagi ini nggak mak bedunduk langsung haha hihi, sabar bak mimi peri 😅
Perlahan tapi pasti saya mulai nemu selahnya menerapkan tekhnik-tekhnik mengelola emosi EP. Tekhnik ini bisa dibaca juga di buku The Secret of Enlightening Parenting.
2. Fokus Pada Tujuan
Tentukan tujuannya. Targetnya apa, kira-kira mampu apa nggak, hambatannya apa. Tadinya saya menggebu-gebu mau langsung jebles “NO GADGET”. Hahaha..
Tapi saat diskusi dengan suami, justru beliau mengingatkan tentang “mendidik nggak mendadak”, pelan-pelan katanya. *sungkem Bapak Hen
Akhirnya kami sepakati tahapannya, mengurangi satu demi satu waktunya. Ini sebetulnya lebih naancheeup lagi pakai well-formed goal yang diajarkan di kelas Transforming Behavior Skill oleh mbak Okina Fitriani.
3. Minta Maaf
Saya duduk berdua dengan Andin, meminta maaf tentang aktivitas gadget tanpa aturan ini. Karena sayalah sumber masalahnya. Lalu bertahap mulai menceritakan apa yang saya rasakan pada perubahan sikap Andin dan meminta Andin membantu saya mengurangi gadget. Jadi titiknya itu di saya, bukan Andin, karena yang salah kan saya. Saya juga mengurangi itu HP-an, nggak nonton drakor-drakor-an, delete semua game di HP.
Lalu secara bertahap juga saya tanya, apa yang bisa kami lakukan saat kok kepengen banget main gadget, Andin meminta saya menemaninya bermain, nggak sibuk sendiri. hahaha… jebul!
4. Bangun Kedekatan
Saya pakai cara-cara yang ada di buku Ep, salah satunya “AKU UNTUKMU”. Apa itu “aku untukmu”? ada dipostingan saya dengan judul yang sama, klik di Sini.
“Bangun kedekatan” yang saya lakukan sebetulnya nggak bertujuan untuk bab gadget. Tapi justru dengan semakin kami dekat, Andin merasa nyaman dengan saya. Omongan saya mulai didengar olehnya.
Saya juga kok ya jadi sedikit (seeediiiikiiit) kreatif. 🤪
Ada aja ide aktifitas berdua untuk menghindari dari ‘bosan’ yang berujung kepengen gadget tadi.
Ada aja ide aktifitas berdua untuk menghindari dari ‘bosan’ yang berujung kepengen gadget tadi.
5. Tahapan mengurangi screen time :
Bikin kesepakatan dengan Andin. Saya cerita tahapannya dan Andin nego pengganti gadget itu apa. Salah satunya, makan sambil baca buku cerita. Maka, saya menyediakan diri, ngoceh cerita berbuku-buku, bahkan sampai bikin panggung drama boneka tangan demi mengganti si gadget tadi.
Tahap Pertama.
Awalnya mengurangi waktu gadget diluar jam makan. Contoh : saat saya masak, maka saya buat kesepakatan, menyiapkan mainan, memanage waktu agar timer bunyi itu masakan dah beres.
Tentu nggak bisa masak kek masterchef, paling nggak, layak buat dimakan deh. Dan konsekuen alias kalau udah bikin kesepakatan menyudahi masak memasak saat timer bunyi, ya saat timer bunyi maka focus membersamai Andin.
Tentu nggak bisa masak kek masterchef, paling nggak, layak buat dimakan deh. Dan konsekuen alias kalau udah bikin kesepakatan menyudahi masak memasak saat timer bunyi, ya saat timer bunyi maka focus membersamai Andin.
Ini beres lanjut ke tahap berikutnya.
Tahap Kedua.
Tahap Kedua.
Mengurangi waktu gadget di luar rumah. Dulu karena Andin tantruman, saya ketar-ketir kalau naik mobil, apalagi cuma berdua. Kalau gidroh, kan bahaya sis. Jadi, dulu itu ya begitu naik mobil udah saya kasih HP. *tutupmuka
Ini saya benahi dengan salah satu metoda instalasi di Enlightening Parenting, yaitu briefing and roleplaying berkendara dan briefing and roleplaying kegiatan tujuan.
Misal pergi belanja sayur, dll. Didalamnya ada kesepakatan juga menyiapkan apa aja untuk aktivitas. Yang terpenting saya nggak egois memaksakan kehendak, karena rentang konsentrasi usia Andin kan 20-30 menit, maka saya berusaha nggak pergi lama-lama. Perginya bukan jam Andin ngantuk plus sebelum pergi saya usahakan Andin sudah makan, perut kenyang, maka tantrum karena lapar terselesaikan.
Ini juga saya pakai ketajaman indra ala EP. Jadi kalau sudah mulai muncul tanda-tanda lelah ya bergegas pulang, nggak kider cari pajangan. Hahaha..
Tahap Ketiga.
Mengurangi gadget untuk tiap sesi makan. Jadi karena Andin makan besar 3x (pagi, siang, sore) plus 1x makan snack (malam) dan setiap sesinya harus bergadgetan (nggak selalu yutub, kadang game, yang penting Andin mau mangap), maka minimal 4 jam terpapar gadget setiap hari (per sesi makan kira-kira sejam).
Saya kurangi dari yang paling mudah, yaitu makan sore, karena kalau pagi rungsing mau sekolah, kalau siang keburu ngantuk dan kalau malam, saya yang lelah. Hahaha… 😝
Setelah ini oke, lanjut ke mengurangi gadget di makan siang, lalu makan pagi, makan snack dan terakhir justru makan sore.
Mudah nggak?
Jujur uuuaangel tenan 🤧
Apalagi menggugurkan secondary gain itu. Iya tanpa sadar saya menikmati Andin beryoutube, karena saya bisa tenang le masak.
Apalagi menggugurkan secondary gain itu. Iya tanpa sadar saya menikmati Andin beryoutube, karena saya bisa tenang le masak.
Saya bisa haha hihi ngobrol sama kawan.
Saya bisa nyuapin dengan lebih mudah.
Tanpa youtube, saya harus bikin kesepakatan saat mau masak. Kudu menyiapkan mainan, pakai timer tanda kesepakatan saatnya menyudahi masak dan menemani Andin.
Tanpa youtube, saya nggak bisa berlama-lama haha hihi saat kumpul dengan teman. Bahkan saat harus berkumpul dengan beberapa kawan yang anaknya masih berjibaku dengan youtube, maka saya menyediakan diri menemani anak-anak ini bermain, menyiapkan aktivitas bersama dan rela tertinggal obrolan seru nan haru.
Tanpa youtube, saya harus berpikir puluhan cara agar sesuap nasi bisa lancar masuk ke mulut Andin.
Tanpa youtube, saya nggak bisa berlama-lama haha hihi saat kumpul dengan teman. Bahkan saat harus berkumpul dengan beberapa kawan yang anaknya masih berjibaku dengan youtube, maka saya menyediakan diri menemani anak-anak ini bermain, menyiapkan aktivitas bersama dan rela tertinggal obrolan seru nan haru.
Tanpa youtube, saya harus berpikir puluhan cara agar sesuap nasi bisa lancar masuk ke mulut Andin.
Nah, makanya saya bilang, buat saya menggugurkan secondary gain itu yang susah.
Maka, pilihannya mau atau tidak!
Alhamdulillah mbak Okina Fitriani dan seluruh alumni EP adalah lingkungan yang memberdayakan, ditambah restu suami. Beragam sharing pengalaman aplikasi dari alumni menguatkan saat saya mulai drop, pengen nyerah nerapain ini itu.
Apalagi ni ya kalau habis ngeliat temen yang santai-santai aja ngasuh anaknya, nggak pusing tentang ini itu, membenarkan yang biasa, bukan membiasakan yang benar.
Njuk mikir, jangan-jangan saya ini terlalu ribet kali ya.
Jangan-jangan saya ini standarnya ketinggian kali ya.
Udah aja apa ya. Gitu deh 😐
Njuk mikir, jangan-jangan saya ini terlalu ribet kali ya.
Jangan-jangan saya ini standarnya ketinggian kali ya.
Udah aja apa ya. Gitu deh 😐
Lalu kemarin ada yang tanya, “terus suaminya ngapain, Mbak?”.
Suami saya itu tugas utamanya mencari nafkah. Kehadirannya antara ada dan tiada alias kadang ya diluar Jogja. Jadi, focus upaya perubahan memang di saya sendiri. Kalau perubahannya nunggu beliau siap, entah kapan dimulainya. Siapa yang mau toss sama saya? 🤚😝
Dulu pengennya ya kalau saya susah, beliau juga susah. Tapi Alhamdulillah sadar diri, cerita lengkapnya bisa dibaca di postingan “Kue Enak vs Kue Nggak Enak”. Jadi, apapun yang saya lakukan, utamanya minta doa restu suami kesayangan.
Dulu pengennya ya kalau saya susah, beliau juga susah. Tapi Alhamdulillah sadar diri, cerita lengkapnya bisa dibaca di postingan “Kue Enak vs Kue Nggak Enak”. Jadi, apapun yang saya lakukan, utamanya minta doa restu suami kesayangan.
Doa itu kekuatannya dahsyat, apalagi tambah restunya. Bisa jadi, saya bolak-balik bangkit dari menyerah itu karena doa beliau juga.
Berapa lama baiknya screen time sesuai usia anak? Silahkan bisa googling di American Academy of Pediatrics. Dan mbak Okina Fitriani (founder Enlightening Parenting) pun sudah pernah membahasnya di blog beliau, www.okinafitriani.com dengan judul “Mencegah dan Mengatasi Kecanduan Gadget Pada Anak-anak”. Silahkan langsung ke blog beliau untuk detailnya.
Youtube : https://youtu.be/JsateFnRJgo
Tulisan ini pernah diposting di instagram @nuriiaprilia, klik disini.